Layanan Astro sempat ditinggalkan ribuan pelanggannya sejak penyelenggara satelit televisi berbayar asal Malaysia tersebut dituding melakukan praktik bisnis yang tidak sehat oleh kompetitornya.
Dan puncaknya, ketika PT Direct Vision (PTDV) selaku pemegang lisensi Astro memenangkan hak siar sepakbola Barclays Premier League (Liga Inggris) diadukan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), pelanggan Astro yang sempat menembus jumlah 270 ribu pelanggan, akhirnya susut tinggal 200 ribu.
Senior Vice President Corporate Affairs PTDV, Halim Mahfudz, mengisahkan kejadian penurunan jumlah pelanggan tersebut terjadi sejak kuartal IV 2007 hingga kuartal I 2008 ini.
Dengan demikian, Astro pun menghitung potensi pendapatan yang akhirnya melayang bisa mencapai lebih dari Rp 1,4 miliar per bulan. Senior Vice President Legal PTDV, Erwin Darwis Purba, mengisarkan kerugian per pelanggan tersebut sebesar Rp 200 ribu.
"Kita rata-ratakan saja kerugiannya jika dilihat dari biaya berlangganan per bulannya yang mulai dari Rp 150 ribu sampai dengan Rp 280 ribu," klaim Erwin dalam jumpa pers di kantor pusat Astro, Gedung Citra Graha, Jakarta, Kamis (17/7/2008).
Akibatnya, Halim menambahkan, PTDV terpaksa pontang-panting menenangkan kekhawatiran dealer dan reseller-nya sembari meyakinkan bahwa layanan Astro tidak akan ditutup. "Kita yakinkan mereka terus. Pemberitaan negatif mengenai Astro memang sangat memengaruhi pelanggan."
Namun demikian, PTDV mengaku tak khawatir dan pantang menyerah. "Kita sudah kenyang ditaboki kanan kiri. Bahkan ketika siaran kami dihentikan selama empat hari pada April lalu, tidak menyurutkan kepercayaan publik," Halim menegaskan.
Pertumbuhan pelanggan televisi satelit berbayar Astro memang terbilang pesat. Selama dua tahun beroperasi di Indonesia, layanan tersebut telah mampu merebut 270 ribu pelanggan, sebelum akhirnya susut. "Sementara Indovision, dalam sepuluh tahun cuma mampu mendapatkan 80 ribu pelanggan," demikian Halim mengatakan.
Satelit dan Perizinan
Ketika dikonfirmasi soal izin dan hak labuh satelit yang masih dipermasalahkan, PTDV juga menyatakan persoalan tersebut telah diselesaikannya. "Sudah tidak ada masalah lagi," klaim Halim.
Pemerintah sebelumnya memang pernah melayangkan surat peringatan kepada PTDV, karena operator Astro tersebut dinilai belum memenuhi ketentuan UU No. 32/1999 tentang Penyiaran dan PP No. 52/2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Berlangganan.
Saat itu, Astro yang menggunakan frekuensi Ku-band berteknologi kompresi digital MPEG-2 ketika mulai beroperasi di Indonesia pada 28 Februari 2006, dituding menggunakan sebagian kapasitas pemancar satelit Measat-2 yang berlokasi di Malaysia.
Padahal, dalam Pasal 27 UU No. 32/2002 disebutkan, lembaga penyiaran berlangganan melalui satelit harus memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di Indonesia, memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di Indonesia, dan menggunakan satelit yang memiliki hak labuh di Indonesia.
"Kami telah memenuhi segala ketentuan yang diminta pemerintah soal pendaftaran izin hak labuh satelit dan urusan yang menyangkut penyiaran," Halim menandaskan. detikinet
Komentar :
Posting Komentar